
PANJI-PRATAMA.COM – Mendekati lebaran, banyak umat Islam di Indonesia mudik ke kampung halamannya. Selain jelang Hari Raya Idulfitri, libur Hari Raya Iduladha menjadi kesempatan sebagian masyarakat untuk mudik.
“Mudik sudah menjadi budaya asli masyarakat Indonesia. Sebuah budaya ini lahir dari perpaduan nilai dan tradisi yang sudah ada di masyarakat Indonesia.” Jelas Prof. Sofyan mengenai asal muasal mudik.
Untuk belajar mentafakuri makna mudik dalam perspektif Islam, Prof. Sofyan Sauri, M.Pd. mengajak hadirin untuk mengkaji QS An Nur ayat 42, yang berbunyi:
“Dan kepunyaan Allah-lah kerajaan langit dan bumi dan kepada Allah-lah kembali (semua makhluk).” (QS. An Nur: 42)
Baca Juga: Kajian Surat At-Taubah ayat 36: Terlihat Mewah di Bulan Zulkaidah
Pada bagian awal, Prof. Sofyan mencoba menguraikan tafsir ayat tersebut dari sudut pandang para mufasir.
Dalam Tafsir Al-Mukhtashar, dijelaskan bahwa ayat tersebut mempunyai pengertian “Dan kepunyaan Allah sajalah kerajaan langit dan bumi, dan kepada-Nya semua makhluk akan kembali pada hari Kiamat kelak untuk dihisab dan diberi balasan”.
Selanjutnya, Dalam tafsir As Sa’di halama 600-601, Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di memberikan keterangan bahwa maksud kalimat: “Dan kepunyaan Allah-lah kerajaan langit dan bumi.” tersebut adalah Allah menciptakan langit dan bumi. Allah yang memberikan rezeki pula kepada langit dan bumi. Allah juga yang mengatur langit dan bumi.
Dengan demikian, Allah Swt. telah mengaturnya secara syar’i dan qadari. Artinya, semua harus tunduk pada aturan syariat Allah dan semua yang Allah tetapkan itu pasti terjadi. Di bumi ini tempat kita beramal, sedangkan di akhirat adalah tempat amalan kita itu dibalas.
Baca Juga: Kajian Surat Fussilat ayat 30: Meraih Manisnya Buah Ibadah
Oleh karena itu, lanjutan kalimat di dalam ayat tersebut disebutkan: “dan kepada Allah-lah kembali (semua makhluk).” Artinya, kepada Allah tempat kita kembali dan kita akan dibalas.
Menurut Prof. Sofyan, tradisi mudik lebaran merupakan ajang silaturahmi untuk mengungkapkan bentuk hubungan dekat antara orangtua dan anaknya atau seseorang dengan kerabatnya dengan kasih sayang.
Hal ini sebagaimana firman Allah Swt. dalam QS. An Nisa ayat 1, yang berbunyi: “Dan bertakwalah kepada Allah, yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain dan peliharalah hubungan silaturahmi.”
“Dalam pada itu, mudik yang hakiki adalah perjalanan pulang ke kampung akhirat menuju Allah.” Jelas Prof. Sofyan.
Hal ini sebagaimana QS. Ali Imran ayat 133, yang berbunyi: “Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa.”
Baca Juga: Hakikat Dakwah dan Perkembangannya
Maka, mengenai hakikat mudik dalam perspektif Islam, beliau menyebutkan bahwa mudik adalah pulang menuju kampung akhirat dengan membawa perbekalan ampunan dari Allah dan bekal pahala untuk menempati surga-Nya.
Inilah mudik yang tidak bakal ada peristiwa kembali lagi. Sekali sudah mudik ke akhirat, maka tidak akan ada jalan lagi kembali ke dunia.
“Dengan kata lain, mudik yang sesungguhnya adalah kembalinya kita kepada Allah Swt. Kembali dengan mempersiapkan bekal yang kelak akan kita bawa ke hadapan Allah, yaitu bekal iman, ilmu, dan amal saleh.” Lanjutnya.
Menurut beliau, hakikat mudik adalah tidak terlena dengan dunia yang sementara.
Hal itu sebagaimana QS. Al Hadid ayat 20, yang berbunyi: “Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah- megah antara kamu serta berbangga-bangga tentang banyaknya harta dan anak. Seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu.”
Baca Juga: Kajian Surat At-Tahrim ayat 8: Bertobat Sebelum Hati Berkarat
“Nah, tentunya kita harus selalu ingat Hari Pertanggungjawaban kelak. Pada hari kiamat nanti semua umat manusia akan melewati dan merasakan fase timbangan amal.” Ulasnya.
Berdasarkan uraian tersebut, Prof. Sofyan mewanti-wanti mengenai bekal apa saja yang harus kita persiapkan untuk mudik ke kampung akhirat.
Pertama adalah tabungan amal sebaik mungkin selama di dunia. Dalam surah Al-Mulk ayat 1-2, Allah Swt. berfirman: “Maha suci Allah yang di tangan-Nyalah segala kerajaan, dan Dia Mahakuasa atas segala sesuatu, yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. dan Dia Mahaperkasa lagi Maha Pengampun.”
Kedua adalah bertakwa. Dalam QS. Al Qhasash ayat 83, Allah Swt. berfirman: “Negeri akhirat itu, Kami jadikan untuk orang-orang yang tidak ingin menyombongkan diri dan berbuat kerusakan (maksiat) di (muka) bumi, dan kesudahan (yang baik) itu (surga) adalah bagi orang-orang yang bertakwa.”
Baca Juga: Kajian Surat Al-Mulk ayat 23: Menggali Tiga Potensi Manusia
Ketiga adalah mengerjakan amal shaleh. Dalam QS. Al Fajr ayat 24, Allah Swt. berfirman: “Duhai, alangkah baiknya kiranya aku dahulu mengerjakan (amal saleh) untuk hidupku ini.”
Keempat adalah banyak menangis sebagai tanda taubat. Dalam HR. Muslim nomor 2359, Nabi Muhammad Saw. berpesan: “Surga dan neraka ditampakkan kepadaku, maka aku tidak melihat tentang kebaikan dan keburukan seperti hari ini. Seandainya kamu mengetahui apa yang aku ketahui, kamu benar-benar akan sedikit tertawa dan banyak menangis.”
Kelima adalah menyiapkan amalan yang terus mengalir pahalanya. Dalam HR. Muslim nomor 1631, Nabi Muhammad Saw. bersabda: “Jika seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara (yaitu): sedekah jariyah, ilmu yang dimanfaatkan, atau doa anak yang saleh.”
Keenam adalah melatih perilaku dengan akhlak karimah sesuai Al-Qur’an dan As-Sunah yang Nabi Muhammad Saw. ajarkan. Dalam QS. Al Ahzab ayat 21, Allah Swt. berfirman: “Sungguh, telah ada pada (diri) Rasulullah suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang-orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari Kiamat dan yang banyak mengingat Allah.”
Baca Juga: Kajian Surat Al-Mujadalah ayat 11: Meraih Kemuliaan dengan Iman dan Ilmu
Ketujuh adalah berdoa agar diberikan khusnul khatimah. Dalam QS. Ali Imran ayat 102, Allah Swt. berfirman: “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam.”
Pada akhir ceramahnya, Prof. Sofyan berdoa agar kita termasuk ke dalam umat Islam yang diberikan hisab yang mudah ketika mudik ke akhirat kelak. Maka, beliau mengajak berdoa berdasarkan HR. Muslim nomor 2721 berikut ini:
“Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepada-Mu petunjuk, ketakwaan, kesucian (dijauhkan dari hal-hal yang tidak baik), dan kecukupan.”
Wallahualam. (*)
(*Tulisan ini dimuat pertama kali di: https://www.nongkrong.co/lifestyle/pr-4313841387/kajian-surah-an-nur-ayat-42-mentafakuri-makna-mudik-dalam-perspektif-islam?page=3 pada 8 Juli 2022)