PANJI-PRATAMA.COM – Guru Besar Universitas Pendidikan Indonesia, Prof. DR. KH. Sofyan Sauri, M.Pd. menyampaikan kuliah subuh tentang “Menggali Tiga Potensi Manusia dalam Mengembangkan Kehidupan yang Harmoni”. Topik ini berdasarkan kajian QS. Al-Mulk ayat 23 yang artinya:
“Katakanlah: “Dialah Yang menciptakan kamu dan menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan hati”. (Tetapi) amat sedikit kamu bersyukur. (QS Al-Kahfi: 13).”
Pada bagian awal, Prof. Sofyan mencoba mendedah ayat ini berdasarkan interpretasi para mufasir. Dalam Tafsir Fi Zhilalil Qur’an diuraikan bahwa ‘pendengaran’ dan ‘penglihatan’ adalah mukjizat besar karena titik masuk segala informasi dan pengetahuan yang dimiliki manusia. Melalui dua indra tersebut, kebesaran dan keagungan ciptaan Allah Swt. dapat dinikmati dan diteliti oleh manusia sebagai bagian dari pengembangan ilmu pengetahuan dan sains.
Baca juga: 3 Predator Puncak Dinosaurus
Di lain sisi, tafsir tersebut pun menguraikan bahwa ‘hati’ dalam bahasa Alquran berkaitan dengan kekuatan manusia untuk memahami dan mengetahui hal-hal yang bersifat abstrak dan keyakinan.
Berdasarkan riwayat tersebut, dapat dirumuskan bahwa barang siapa yang tidak menggunakan pendengaran, penglihatan, dan hati sebagaimana mestinya, dalam hal ini adalah mencari keridaan Allah, maka baginya hidupnya akan sia-sia.
“Dengan kata lain, manusia yang berlaku seperti ini, termasuk kepada orang-orang yang merugi. Alasannya, karena dirinya tidak dapat mengambil manfaat dari ketiga piranti penalaran tersebut.” Tegas Prof. Sofyan.
Selanjutnya, Prof. Sofyan menyampaikan pendapat Al-Zamakhsyari yang memaparkan kata af’idah merujuk pada ‘sesuatu yang sedikit’, tidak seperti abshar yang menujuk pada ‘sesuatu yang banyak’. Alasan af’idah bermakna ‘sesuatu yang sedikit’ itu karena hati diciptakan untuk memahami hakikat dan keyakinan, sedangkan kebanyakan manusia memiliki hati, tetapi disibukkan dengan perkara yang sia-sia. Oleh sebab itulah, kata af’idah dalam bentuk plural menunjukkan pada ‘sesuatu yang sedikit’.
Baca juga: 4 Varian Coronavirus
Penafsiran berbeda datang dari al-Maraghi yang menguraikan bahwa pendengaran merupakan ‘alat untuk mendengarkan nasihat dan hikmah’, sedangkan penglihatan merupakan ‘alat untuk melihat keelokan ciptaan Allah’, serta hati berfungsi ‘untuk bertafakur atas keagungan ciptaan-Nya’.
Terakhir, Prof. Sofyan menyampaikan juga pendapat dari Ibnu Katsir yang menafsirkan qalilan maa tasykurun dalam ayat itu menyoal tentang amat sedikitnya daya manusia dalam menggunakan kemampuan dan kekuatan yang telah dianugerahkan-Nya untuk ketaatan dan mengerjakan perintah-Nya serta menjauhi larangan-Nya.
“Ketiga nikmat itu merupakan kenikmatan yang besar bagi manusia, akan tetapi sedikit sekali mereka yang mensyukurinya.” Lanjut Prof. Sofyan.
Dengan demikian, dari beberapa pendapat para mufasir tersebut, Prof. Sofyan menggeneralisasikan bahwa dua nikmat (pendengaran dan penglihatan) merupakan jembatan penghubung antara manusia dengan dunia luar, sedangkan hati lebih kepada mengolah informasi sehingga menghasilkan ilmu pengetahuan dan perkembangan peradaban manusia.
Baca juga: 5 Tips Liburan Nataru
Lalu, bagaimana cara mengaplikasikan nilai-nilai pendidikan karakter pada diri kita, terutama berkaitan dengan pemaksimalan piranti penalaran tersebut, yaitu pendengaran, penglihatan, dan hati? Prof. Sofyan menyampaikan beberapa tahapannya:
- Senantiasa menempa diri untuk menjadi insan yang beriman dan bertakwa kepada Allah Swt.
Karakter iman juga dimaknai sebagai kepercayaan yang tinggi terhadap adanya Tuhan Sang Maha Pencipta. Hal ini dibuktikan dengan berbuat sesuai perintah dan tuntunan-Nya serta menjauhi segala larangan-Nya.
Karakter keimanan penting sebagai modal dasar manusia agar senantiasa berbuat baik karena adanya perasaan sadar dalam diri dan hati tentang adanya pengawasan dari Tuhan terhadap segala perbuatan yang dilakukan.
- Sentantiasa mendidik keturunan menjadi manusia yang bersyukur atas semua nikmat dan karunia-Nya.
Syukur merupakan sikap yang perlu dikembangkan dan dibiasakan. Syukur menjadi sebuah kondisi batiniah yang belum selesai sehingga senantiasa perlu diasah dan dibiasakan.
Syukur termasuk ke dalam nilai pendidikan karakter yang bersifat universal. Dengan selalu bersyukur, manusia mampu menyentuh semua aspek, meliputi: syukur hubungannya dengan Tuhan, diri sendiri, keluarga, masyarakat dan bangsa, serta alam sekitar.
- Senantiasa mengajarkan kepada sesama untuk menjadi hamba yang senantiasa memanfaatkan potensi yang Allah berikan dengan sebaik-baiknya.
Semua potensi yang Allah berikan harus memberi manfaat bagi orang lain sehingga mengalirkan pahala jariah. Kelak, saat tutup usia, manusia tersebut dalam keadaan khusnul khatimah.
Dalam menjalani hidup, manusia harus menjadikan Allah Swt. sebagai tujuan dengan senantiasa mengharap rida-Nya.
Tahapan penanaman nilai-nilai karakter tersebut guna melahirkan pribadi yang dapat diandalkan secara nyata. Dengan begitu, dapat muncul pribadi yang sesuai dengan tuntunan Alquran dan Sunah.
Baca juga: 15 Nama Setan
Sebelum menutup ceramahnya, Prof. Sofyan mengingatkan kembali bahwa manusia dapat terbagi ke dalam empat golongan, yaitu:
- Rojulun Yadri wa Yadri Annahu Yadri, yaitu seseorang yang tahu (berilmu) dan dia tahu kalau dirinya tahu. Golongan pada tingkatan ini memiliki kedalaman pengetahuan (ilmu) dan ilmu ini benar-benar menjadikannya dekat dan takut kepada Allah Swt. serta mengajarkan kebaikan dan menentang permusuhan.
- Rojulun Yadri wa Laa Yadri Annahu Yadri, yaitu seseorang yang tahu (berilmu), tapi dia tidak tahu kalau dirinya tahu). Golongan kedua ini sering kita jumpai dalam kehidupan bermasyarakat. Bahwa orang ini sebenarnya memiliki potensi atau kemapanan ilmu, tetapi tidak menyadari atau mengoptimalkannya untuk keperluan umat.
- Rojulun Laa Yadri wa Yadri Annahu Laa Yadri, yaitu orang yang tidak tahu dan mengetahui bahwa ia tidak tahu. Menurut Imam Ghazali, jenis manusia ini masih tergolong baik. Hal itu dikarenakan jenis manusia seperti ini bisa menyadari kekurangannya. Golongan ini bisa dikatakan belum memiliki kapasitas ilmu yang memadai, tetapi dia tahu dan berusaha keras untuk belajar dan mengejar ketertinggalan.
- Rojulun Laa Yadri wa Laa Yadri Annahu Laa Yadri, yaitu orang yang tidak tahu dan tidak mengetahui bahwa ia tidak tahu. Dalam Ihya ‘Ulumuddin dikatakan bahwa jenis manusia keempat ini paling buruk. Celakanya, model manusia seperti ini susah diingatkan, ngeyelan, selalu merasa tahu, memiliki ilmu, berhak menjawab semua persoalan, padahal ia tidak mengetahui apa-apa.
Pada akhir ceramahnya, Prof. Sofyan mengajak agar kita tidak termasuk ke dalam golongan umat yang keempat. Oleh karena itu, dirinya menutup kajian dengan doa yang dikutip dari Hadist Riwayat At-Tirmidzi No. 3502 yang artinya:
“Ya Allah, berilah kami manfaat pada pendengaran kami, penglihatan kami dan kekuatan kami selagi kami hidup, dan jadikanlah itu semua tetap dengan kami dan terpelihara”. (*)
(*Tulisan ini dimuat pertama kali di: https://www.nongkrong.co/lifestyle/pr-4313681894/kajian-surat-al-mulk-ayat-23-menggali-tiga-potensi-manusia?page=2#google_vignette pada 17 Juni 2022)
2 thoughts on “Kajian Surat Al-Mulk ayat 23: Menggali Tiga Potensi Manusia”