PANJI-PRATAMA.COM – Guru Besar Universitas Pendidikan Indonesia dan Universitas Islam Nusantara, Prof. DR. KH. Sofyan Sauri, M.Pd. menyampaikan kuliah subuh tentang “Menjelajahi Dibukanya Pintu Surga bagi Orang yang Berakhlak Mulia”. Topik ini berdasarkan kajian QS. Al-Baqarah ayat 83 yang artinya:
“Dan (ingatlah) ketika Kami mengambil janji dari Bani Israil, ‘Janganlah kamu menyembah selain Allah, dan berbuat-baiklah kepada kedua orang tua, kerabat, anak-anak yatim, dan orang-orang miskin. Dan bertuturkatalah yang baik kepada manusia, laksanakanlah salat dan tunaikanlah zakat.’ Tetapi kemudian kamu berpaling (mengingkari), kecuali sebagian kecil dari kamu, dan kamu (masih menjadi) pembangkang. (QS Al-Baqarah: 83).”
Pada bagian awal, Prof. Sofyan mencoba menbedah ayat ini berdasarkan interpretasi para mufasir. Dalam Tafsir Al-Misbah dijelaskan bahwa perintah-perintah yang berhubungan dengan manusia adalah hal-hal yang dapat memperkukuh solidaritas, maka laksanakanlah sebaik mungkin salat dan tunaikanlah zakat dengan sempurna. Karena hal itu merupakan perbuatan dalam menjaga hubungan dengan Allah.
Baca juga: Alur cerita SpyxFamily 1-10
Hal tersebut sejalan dengan yang dikemukakan oleh As-Sa’di ketika menafsirkan ayat ini. Beliau memaparkan bahwa “salat itu mengandung sikap keikhlasan kepada Zat yang disembah”. Dengan demikian, beribadah adalah hak Allah Yang Mahasuci lagi Mahatinggi. Allah Swt. wajib diibadahi, tanpa disekutui. Dengan demikian, sebagai manusia, kita berkewajiban memenuhi hak ini di atas yang hak lainnya.
Berdasarkan riwayat tersebut, dapat dirumuskan bahwa ayat ini mempunyai tiga hikmah utama, yaitu: (1) Anjuran untuk mengingatkan dan menasehati manusia sehingga menjadi sebab datangnya hidayah kepada mereka; (2) Kewajiban beribadah dan bertauhid kepada Allah SWT semata; dan (3) Kewajiban berbuat baik kepada orang tua, karib kerabat, anak-anak yatim, dan orang-orang miskin.
“Allah Swt. telah mengingatkan kita melalui Alquran Surat Al-Baqarah ayat 83 ini tentang perjanjian yang telah diambil dalam kitab Taurat agar orang-orang Yahudi beribadah kepada Allah saja dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun dalam peribadahan kepada-Nya.” Tegas Prof. Sofyan.
Baca juga: Dragon Quest XI side quest 1
Selanjutnya, Prof. Sofyan menyampaikan bahwa dalam ayat tersebut, umat Islam dapat menyarikan lima nilai-nilai pendidikan karakter. Nilai-nilai pendidikan karakter tersebut penting diketahui agar umat Islam senantiasa belajar dan bertadabur.
Nilai yang paling pertama adalah nilai religius, yaitu tidak menyembah selain kepada Allah Swt., mendirikan salat, serta menunaikan zakat. Nilai kedua adalah nilai tanggung jawab, yaitu senantiasa berbakti kepada ibu bapak dan mendirikan salat.
Nilai ketiga adalah nilai peduli sosial, yaitu sikap peduli atau peka terhadap keadaan sesama. Nilai keempat adalah nilai kejujuran, yaitu senantiasa bertutur kata yang baik kepada manusia sembari tetap mengajak mereka kepada yang makruf dan mencegah mereka dari perbuatan yang mungkar.
Nilai kelima atau nilai yang terakhir adalah nilai disiplin, yaitu mendirikan salat dan tidak meninggalkannya yang menjadi bentuk perbuatan dalam membentuk nilai karakter disiplin.
Baca juga: QS Al Mulk ayat 23
Selanjutnya, Prof. Sofyan memberikan pertanyaan retoris berupa “Siapa orang yang kekal di dalam Surga?” Tentu saja, jawabannya adalah orang yang beriman dan beramal saleh.
“Hal ini sebagaimana dapat dicontoh dari sabda Rasulullah Saw. ‘Sesungguhnya aku ini hanyalah diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia’.” Lanjut Prof. Sofyan.
Dengan demikian, Prof. Sofyan mencoba merumuskan kajiannya dengan sebuah pernyataan bahwa berakhlak mulia atau akhlak karimah adalah amalan yang paling banyak membuat orang masuk surga. Hal ini sesuai dengan Hadist Riwayat At-Tirmidzi, Ibnu Maajah, dan Al-Hakim, yaitu ‘Yang paling banyak memasukkan ke surga adalah takwa kepada Allah dan akhlak yang mulia’.
Lalu, apa hakikat sebenarnya dari akhlak mulia itu? Menurut Prof. Sofyan, akhlak karimah merupakan sebuah tindakan dan perbuatan manusia yang terpuji dan mulia dalam menjalankan dan mengerjakan ajaran Islam secara kafah dalam pembentukan jati diri sebagai individu, makhluk sosial, dan makhluk religius yang cerdas otaknya, lembut hatinya, dan terampil tangganya.
Baca juga: 3 predator puncak dinosaurus
Adapun istilah ‘akhlak mulia’ ini berkaitan erat dengan tiga makna yang tidak terpisahkan satu sama lain.
Pertama, berbuat baik kepada semua orang.
Berbuat baik kepada siapa pun tanpa pandang bulu, tanpa berharap balasan, dan imbalan apa pun dari orang yang kita perlakukan dengan baik. Kita berbuat baik kepada seseorang bukan dengan niat supaya orang itu membalas kebaikan kita atau dengan niat agar orang itu juga memperlakukan kita dengan baik.
Kita berbuat baik kepada orang lain semata-mata dilandasi niat ingin menjalankan perintah Allah dan Rasul-Nya. Berbuat baik kepada orang yang berbuat baik kepada kita merupakan hal biasa. Hampir semua orang mampu melakukannya. Akan tetapi berbuat baik kepada orang yang berbuat buruk kepada kita menandakan sesuatu yang luar biasa. Sangat sedikit yang mampu melakukannya. Inilah yang disebut dengan kemuliaan akhlak.
Kedua, bersabar atas perlakukan buruk orang lain.
Ketiga, menahan diri untuk tidak berbuat buruk kepada orang lain
Ketiga pemaknaan akhlak mulia ini dapat kita sarikan contoh tauladannya dari sebuah kisah di zaman nabi.
Baca juga: 4 Varian Coronavirus
Pada zaman tersebut, tersebutlah seorang rabi atau pendeta agama Yahudi yang bernama Zaid bin Sa’nah. Ia pernah membaca di sebuah kitab kuno bahwa nabi akhir zaman salah satu cirinya adalah perlakuan seburuk apa pun terhadapnya tidak akan menambahkan kepadanya kecuali sikap santun dan sabar. Zaid kemudian ingin menguji apakah sifat itu ada pada diri Muhammad Saw. Ia lalu memberi hutang nabi dengan hutang yang disepakati temponya. Tiga hari sebelum jatuh tempo, Zaid mendatangi nabi untuk menagih utang dengan kata-kata kasar yang memancing kemarahan Umar bin Khatthab.
Umar yang kala itu berada di dekat nabi hampir saja mencelakai Zaid dan membunuhnya. Rasulullah Saw. dengan sabar dan santun mencegah apa yang ingin dilakukan oleh Umar. Melihat hal itu, Zaid langsung mengucapkan dua kalimat syahadat dan masuk Islam. Demikianlah yang terjadi dengan sikap seorang pendakwah berakhlak mulia, yaitu Rasulullah Saw., yang menjadi teladan sempurna bagi siapa pun hingga akhir zaman.
Sebelum menutup ceramahnya, Prof. Sofyan mengingatkan kembali bahwa orang berperilaku takwa dan amal saleh yang menunjukkan akhlak mulia, berdasarkan Surat Al-Baqarah ayat 83, dibagi menjadi empat golongan:
- Hayyin, yaitu orang yang tidak mudah memaki, tidak mudah melaknat, dan jiwanya selalu teduh. Orang ini juga tidak mudah marah dan penuh pertimbangan.
- Layyin, yaitu orang yang selalu menginginkan kebaikan antar sesama umat manusia. Orang ini mempunyai sifat lembut dan santun baik dalam berbuat maupun dalam bertutur kata.
- Qarib, yaitu orang yang akrab, ramah diajak bicara, dan punya pribadi yang menyenangkan bagi semua orang. Orang ini senantiasa menebar senyum jika bertemu dengan orang lain, supel, dan tidak cuek.
- Sahl, yaitu orang yang selalu memudahkan urusan orang lain, suka menolong, dan tidak pernah mempersulit urusan orang lain sehingga tidak membuat orang lain menghindar ketika bertemu dengannya.
Baca juga: 4 fakta wafatnya Ammer Azzikra
Pada akhir ceramahnya, Prof. Sofyan mengajak agar kita berupaya termasuk ke dalam golongan orang yang berakhlak mulia. Oleh karena itu, dirinya menutup kajian dengan doa yang dikutip dari Hadist Riwayat Muslim No. 771 yang artinya:
“Ya Allah, tunjukilah aku kepada akhlak yang baik. Tidak ada yang bisa menunjuki kepada yang terbaik melainkan Engkau. Palingkanlah diriku dari kejelekan akhlak. Tidak ada yang bisa memalingkan kejelekannya dariku melainkan Engkau.”(*)
(*Tulisan ini dimuat pertama kali di: https://www.nongkrong.co/lifestyle/pr-4313696454/kajian-surat-al-baqarah-ayat-83-surga-bagi-orang-berakhlak-mulia?page=3#google_vignette pada 19 Juni 2022)
1 thought on “Kajian Surat Al-Baqarah ayat 83: Surga Bagi Orang Berakhlak Mulia”